Hakikat Penghambaan
Ibadah secara bahasa maknanya yaitu at tadzallul wal khuddu’ ma’a ghoyyatil hubbi wat ta’dim, yang maknanya sikap menghinakan diri dan tunduk disertai puncak kecintaan dan pengagungan.
Dan inilah hakikat penghambaan, dimana hamba benar-benar menghinakan dirinya dihadapan sesembahanya karena memang merasa butuh mutlak, lalu diikuti ketundukan yang totalitas dengan perasaan cinta dan pengagungan.
Dikalangan orang jawa ada istilah abdi dalem, yang cirinya yang merendahkan dirinya dihadapan sang raja dan pasti patuh, tidak membangkang, yang dikenal dengan istilah SENDIKO DAWUH, sami’na wa atho’na.
Maka perhatikan para penyembah kubur, sangat menghinakan diri dihadapan penghuni kubur, khusyuk, jika ada wangsit atau mimpi pasti akan tunduk dan patuh.
Coba lihat mereka yang menyembah Nyi Roro Kidul, umpamanya. Pasti ada perasaan merendahkan diri, kemudian ada ketundukan. Jika ada persyaratan apa saja yang diminta pasti akan dia penuhi. Dan jika mereka melanggar pasti akan sangat takut kuwalat, terkena bencana karena kemurkaannya.
Maka inti dari tauhid itu adalah terbentuknya pengagungan secara totalitas bahwa pengagungan itu semata-mata adalah hanya miliknya Allah ta’ala. Dan ciri orang yang bertauhid itu adalah mengagungkan Allah subhanahu wa ta’ala dengan kepatuhan yang totalitas terhadap syariat-Nya.
Maka dikatakan dalam ayat,
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.”
(QS. Al-Hajj ayat 32)
—
Faedah kajian Mulakkhosh fii Syarhi Kitab Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu ta’ala karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafidzahullahu ta’ala.
Disampaikan oleh Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A hafidzahullahu ta’ala
COMMENTS