Penulis : Ust. Afifi Abdul Wadud hafizhahullah
Dalam risalah Islam, Allah dan Rasul-Nya mendahulukan penanaman aqidah tauhid sebelum membebankan berbagai beban syari’at yang lain.
Memang, aqidah merupakan perkara yang paling penting di dalam Islam dan bekal terbaik bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat serta ketika menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Aqidah Islam adalah dasar-dasar agama Islam yang membedakan agama Islam dengan agama-agama lainnya. Aqidah Islam adalah Aqidah Ash Shahihah (keyakinan yang benar, red) yang membedakan muslim dengan kafir dan musyrik.
DIANTARA PENTINGNYA AQIDAH ISLAM
- Aqidah adalah asas agama
Sesuatu disebut asas bila menempati posisi yang paling bawah dimana semua yang berada diatasnya bertumpu pada asas tersebut.
Aqidah disebut sebagai asas karena semua bangunan amal agama bertumpu pada aqidah tersebut, maka aqidah adalah ibarat pondasi sebuah rumah, atau ibarat akar sebuah pohon. Bagi agama, aqidah adalah dasar-dasar agama.
Dan, akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.“ (QS. Al-Kahfi[18]:110)
Bila Islam ibarat sebuah pohon, akar pohon itulah pokok yang darinya tumbuh menjulang, batang dan percabangannya, yang tanpa akar tidak akan ada batang dan segala cabangnya. Demikian pula aqidah, darinya muncul berbagai amalan saleh, yang tanpa aqidah yang benar akan rusaklah semua amal yang dilakukannya.
Perhatikanlah perumpamaan Allah dalam ayat berikut (yang artinya), “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik[1]seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk (pelajaran bagi) manusia supaya mereka selalu ingat”. (QS Ibrahim[14]:24-25).
Dengan demikian seorang muslim yang aqidahnya benar bagaikan pohon yang tumbuh dengan akar yang kuat, cabang-cabangnya menjulang ke atas dan berbuah yang lezat sehingga memberikan manfaat atas keberadaan pohon tersebut serta tidak mudah tumbang oleh angin atau hempasan lainnya.
Sebaliknya aqidah yang buruk, kafir, syirik, munafik diibaratkan sebagai pohon yang buruk sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan perumpamaan kalimat yang buruk[2]seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun”. (QS Ibrahim[14]:26).
Karena aqidah merupakan asas, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan semua nabi dan rasul ketika mendidik manusia berawal dengan menumbuhkan aqidah yang benar dan lurus.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.“ (QS. Al-Anbiyaa’[21]:25)
Tidaklah Allah mengutus para Nabi dan Rasul pada setiap umat manusia kecuali pasti mengajarkan, “Sembahlah Allah dan jauhilah taghut” dan “Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya” sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, (QS An-Nahl[16]:36)
Bahkan setiap rasul mengajak kaumnya dengan seruan yang serupa yaitu (yang artinya), “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. (lihat QS. Al A’raaf: 59, 65, 73 dan 85; QS Huud: 50, 61, 84.). Inilah seruan yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Saleh, Syu’aib dan seluruh nabi kepada kaum mereka, ‘alaihimus sholatu was salam.
Wasiat Nabi Ya’qub ‘alaihis salam kepada anak-anaknya ketika beliau akan meninggal dunia (yang artinya), ”Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.“ (QS Al Baqarah[2]:133).
Demikian pula Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam di dalam awal dakwah nya, beliau menyerukan ”Laa ilaa ha illallaah” kepada kaumnya (Quraisy) supaya mereka menyembah Allah semata. Selama 13 tahun Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam menanamkan aqidah yang benar ke dalam hati para Sahabat di Mekkah. Sehingga hampir tidak ada ayat-ayat tentang hukum semisal perintah puasa atau larangan riba yang turun di Mekkah.
Bahkan dakwah untuk selalu tegaknya aqidah ini tidak hanya berhenti di Mekkah, sekalipun telah berdiri Daulah Madinah. Aqidah tetap menjadi prioritas yang dijaga, sehingga detik-detik terakhir dari kehidupan beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam.
Di saat menghadapi sakaratul mautpun beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam masih mengajarkan aqidah yang lurus kepada para Sahabat, sebagaimana beliau mengingatkan bahayanya fitnah (menyembah) kubur, ”Allah telah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani. Sungguh mereka telah menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai masjid (tempat sujud).” (HR.Ahmad)
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bukan hanya mengingatkan bahaya kebengkokan (baca: penyimpangan) aqidah seperti perbuatan menyembah kuburan. Namun beliau juga memperhatikan/memperingatkan umatnya agar tidak terjerumus kepada keyakinan atau aqidah yang salah seperti syrik walaupun syirik kecil sekalipun.
Karena aqidah adalah asas dalam beragama, maka penanaman aqidah Islam yang benar dimulai sedini mungkin, yaitu ketika usia anak-anak sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam kepada Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma seperti diriwayatkan di dalam sebuah hadits.
Dari Abul al-Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang (membonceng kendaraan/unta) Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam lalu beliau bersabda : “Wahai ananda, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu ; Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Jika kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa sekalipun manusia seluruhnya bersatu padu untuk memberikan pertolongan kepada-mu, niscaya tiadalah mereka melakukan hal itu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah bag-mu. Dan jika mereka bersatu padu untuk mencelakakan kamu, niscaya tiadalah mereka dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah atas dirimu. Qalam [pena] telah diangkat dan lembaran catatan amal perbuatan itu telah kering.” (HR Tirmidzi. Ia berkata : ”Hadits hasan sahih”)
- Amal seorang muslim tidak akan diterima kecuali yang tumbuh dari aqidah yang benar.
Allah berfirman (yang artinya), ”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl[16]:97)
Kehidupan yang baik ditafsirkan oleh para ulamadengan kebahagiaan, ketenteraman batin dalam setiap sisi kehidupan, rizki yang halal, qana’ah[merasa puas, nrimo ing pandum; bhs jawa. red], dapat menunaikan ibadah selama di dunia dan dapat mengamalkan ketaaatan dan merasakan ketentraman.
Semua amal manusia akan dihadapkan kepada Allah, namun amal mereka (orang kafir/musyrik/munafik) bagaikan debu yang beterbangan, tidak berguna dan tidak bermanfaat, ditolak Allah. Inilah dampak aqidah yang rusak. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS Al Furqon[25]:23)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya), ”…..Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Az-Zumar[39]:65)
Bersambung insya Allah
—
Rekaman Kajian dengan Tema Serupa :
Alhamdulillah dengan taufik dari Allah berikut ini kami sajikan sebuah tautan untuk mengunduh rekaman kajian bersama :
Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. hafizhahullah
dengan tema ‘Tauhid Prioritas Pertama dan Paling Utama’
Kajian disampaikan di Masjid Jami’ al-Mubarok YAPADI
Silahkan unduh rekaman dari sini [klik]
Semoga bermanfaat bagi kami dan anda.
COMMENTS