Ragam Manusia Setelah Ramadhan
Suasana ramadhan, memang pemandangan yang sangat mengagumkan.
- Manusia bertahan lapar dan tak tergoda dengan makanan dan minuman apapun yang tersedia walau disiang yang terik, ditempat yang tak terlihat siapapun, dia bertahan lapar, maasyaallah, hebat keimanannya.
- Masjid penuh sesak dengan manusia untuk beribadah kepada Rabb-nya, dan ini sangat menakjubkan, apa yang menggerakan mereka.
- Manusia berlomba mengkhatamkan Al-Qur’an, dan bertarget sekian kali dalam sebulan ,tentu ini juga sangat menakjubkan.
- Manusia bertahan qiyamul lail, menahan kantuk dan capeknya badan terus dia ikuti.
- Harta dengan mudah dia keluarkan, dengan penuh keyakinan akan diganti berlipat ganda.
- Dan sekian banyak kebaikan lain yang dengan mudah ditunaikan, tentu ini semua dengan kemudahan dari Allah ta’ala, tapi yang jelas ini semua pemandangan yang sangat menakjubkan,
LALU..
Bergantilah bulan, jangan anda tunggu sampai beberapa pekan atau hari, bahkan mulai malam 1 syawal, tenggelamnya matahari tanda habisnya ramadhan dan masuknya syawal, pemandangan jadi sangat berbeda:
- Masjid mulai sepi ,bahkan sebagian masjid hanya 2, 3 orang yang berjamaah.
- Al-Qur’an mulai ditumpuk ,mlangkrak di rak-rak terkadang hingga sampai berdebu.
- Nafsu maksiat mulai menggeliat ,apalagi jika bertemu antara nafsu dan bisikan syaithon.
- Apalagi qiyamul lail, bahkan sholat yang wajib pun terkadang sudah mulai keteteran karena berbagai urusan.
Allahul musta’an, kemana mereka yang dulu memenuhi masjid, berlomba mengkhatamkan Al-Qur’an, apakah sudah menjadi mayat-mayat? Belum!
LALU KENAPA..
Yaa, begitulah tradisi tahunan yang selalu berulang.
Yaa Rabb hanya kepada Mu kami mengadu, dan berharap tentang diri yang lemah ini ,kalau bukan karena pertolongan Mu pasti kitapun tidak jauh dari kebanyakan manusia.
Sahabatku..
Pasca ramadhan, manusia telah terbagi dalam berbagai kelompok manusia.
1. MEREKA YANG ISTIQOMAH
Memang tidak dipungkiri, memang ramadhan berbeda dengan bulan lainnya, tapi berakhirnya ramadhan bagi mereka bukan berakhirnya ketaatan, karena ketaatan kepada Allah sepanjang nyawa di badan, kewajiban beribadah sampai mereka berjumpa dengan kematian.
Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”
(QS. Al-Hijr :99)
Mereka tetap menyembah Rabb-nya sampai ajal menjumpainya. Bahkan model mereka ini saat merancang amal mereka berusaha merancang sebaik mungkin, agar amal mereka berkualitas dan diterima Allah ta’ala, tetapi ketika mereka telah beramalmereka ada rasa khawatir jika amalnya tidak diterima ,dan inilah sifat seorang mukmin.
Merekalah yang disebutkan dalam firman Allah,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.”
(QS. Al Mu’minun: 60)
‘Aisyah mengatakan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ (وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ) أَهُوَ الرَّجُلُ الَّذِى يَزْنِى وَيَسْرِقُ وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ قَالَ « لاَ يَا بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ – أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ – وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّى وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُتَقَبَّلَ مِنْهُ ».
“Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dalam ayat “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”, adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum khomr?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Wahai putri Ash Shidiq (maksudnya Abu Bakr Ash Shidiq, pen)! Yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah seperti itu. Bahkan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah orang yang yang berpuasa, yang bersedekah dan yang shalat, namun ia khawatir amalannya tidak diterima.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Diterimanya suatu amalan berkaitan dengan melakukan sesuatu sesuai dengan yang diperintahkan. Setiap orang yang bertakwa pada Allah ketika ia beramal, maka ia akan melakukan sebagaimana yang diperintahkan. Akan tetapi ia tidak bisa memastikan sendiri bahwa amalan yang ia lakukan diterima di sisi Allah karena ia tidak bisa memastikan bahwa amalan yang ia lakukan sudah sempurna.”
Mereka tidak bisa memastikan apakah amal mereka diterima atau tidak, walaupun mereka telah dengan maksimal mempersiapkan amal terbaiknya. Hal ini bukan karena putus asa ,tapi memang mereka tidak bisa memastikan apakah mereka benar-benar sedang bertaqwa kepada Rabb-nya, karena memang kita tidak boleh mentazkiyah diri kita sendiri, perasaan seperti ini justru akan menjadikan sifatnya yang semakin sempurna,
- Karena akan jauh dari sikap ujub dan sombong,
- Akan selalu muhasabah terhadap amal-amal mereka,
- Akan semakin memperbanyak amal,
- Akan menjadikan mereka sangat menjaga agar amal-amal mereka tidak batal dengan perbuatan-perbuatan setelahnya.
Bahkan mereka ini perhatiannya terhadap diterimanya amal lebih besar dibandingkan perhatianya terhadap amal-amal itu sendiri.
‘Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman Allah ta’ala,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al Ma-idah: 27)
Dari Fudholah bin ‘Ubaid, beliau mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”
Ibnu Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih ku khawatirkan daripada banyak beramal.”
Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak “
Inilah kelompok pertama, mereka yang tetap istiqomah pasca ramadhan dan bahkan sebagian mereka menggambarkan, mereka adalah kaum yang tidak berkurang sedikitpun amalanya setelah ramadhan.
Ada sebagian salaf yang mengatakan:
أدركت أقواماً لا يزيد دخول رمضان من أعمالهم شيئاً، ولا ينقص خروجه من أعمالهم شيئاً
“Saya pernah menjumpai ada sebuah kaum yang saat masuk bulan Ramadhan, tidak bertambah amalan mereka sedikitpun. Di sisi lain ada pula kaum yang saat Ramadhan berlalu, tidak berkurang amalan mereka sedikitpun.”
(Muwâsholah al-‘Amal ash-Shôlih Ba’da Ramadhân karya Syaikh Shâlih al-Fauzân)
Tentu, ini keadaan orang yang sangat istimewa dalam amalan mereka.
Mereka orang-orang yang tetap terus menjaga keberlangsungan amal ,apa yang telah mereka lakukan di bulan ramadhan, sholat, puasa, qiyamul lail, qiratul qur’an ,shodaqah, hal ini semua tetap mereka lakukan, karena begitulah nabi kita mengajarkan ,jika beramal nabi sangat memelihara keberlangsunganya, dan amalan yang paling Allah cintai adalah amalan yang terus menerus walupun sedikit.
عن عائشة رضي الله عنها قالت
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا عمل عملاً أثبته -يعني: جعله ثابتا غير متروك- وكان إذا نام من الليل أو مرض صلى من النهار ثنتي عشرة ركعة
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
“Apabila rasulullah shallahu’alaihi wa sallam mengamalkan suatu amalan,beliau pelihara,dan jika beliau tertidur dimalam hari (sehingga tidak qiyamul lail) atau sakit ,beliau sholat disiang hari 12 rekaat”
( HR. Muslim )
أحب الأعمال إلى الله أدومها وإن قل
“Amal yang paling Allah cintai adalah amalan yang dilakukan rutin walaupun sedikit”
(HR. Bukhori – Muslim)
2. KEMBALI AMBYAR
Mereka adalah orang yang nampak telah beramal di bulan ramadhan, bahkan nampak bersungguh-sungguh, tapi setelah ramadhan lewat, bangunan ramadhan yang seakan indah itu langsung ambyar lagi, karena selesai ramadhan seakan selesai ibadah dan ketaatan, mereka kembali bermaksiat setelah ramadhan.
Ka’ab Al Ahbar rahimahullah (tabiin) berkata:
“Barangsiapa puasa Ramadhan sedangkan dalam hati dia berniat seusai bulan Ramadhan dia tidak akan bermaksiat, dia akan masuk Jannah tanpa ditanya dan tanpa dihisab. Dan barangsiapa puasa Ramadhan sedangkan dalam hati dia berniat setelah Ramadhan akan kembali maksiat, maka puasanya tertolak (tidak diterima Allah).”
(Lathoif al-maarif, hal 136-137)
Dan ini tanda ramadhanya buruk, karena seandainya ramadhannya baik pasti berikutnya adalah kebaikan, karena balasan kebaikan adalah kebaikan berikutnya, sehingga jika setelah beramadhan kok berbuat buruk ini alamat buruknya ramadhan dia.
Kata para ulama,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Diantara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
Demikian ayat berikut mengingatkan pula orang yang rusak akan mudah melakukan kerusakan.
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (7) وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (8) وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (9) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى (10)
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”
(QS. Al-Lail: 5-10)
Mereka ini sejelek-jelek kaum, karena seakan tidak mengenal Allah kecuali hanya dibulan ramadhan, sedangkan Allah Rabb-nya ramadhan dan seluruh bulan yang ada, Allah yang telah mewajibkan amalan dibulan ramadhan dan diluar ramadhan, maka mereka dikatakan sejelek-jelek kaum.
Mearka seakan para penyembah ramadhan, jadilah penyembah Allah bukan penyembah ramadhan.
Jika sahabat Abu Bakar ash shidiq radhiyallahu ‘anhu pernah berpidato dihari wafatnya rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Dia akan selalu hidup dan tidak akan mati”
Maka ada seorang ulama yang mengatakan:
“Barangsiapa menyembah bulan Ramadhan, ketahuilah sesungguhnya Ramadhan telah berakhir lewat, dan Barangsiapa menyembah Allah , maka sesungguhnya Allah dzat yang selalu hidup dan tidak pernah mati”.
3. MANUSIA TAK PEDULI
Mereka ini memang manusia yang tidak punya kepedulian dengan waktu, bagi mereka ramadhan ataupun tidak sama saja ,inilah manusia binatang yang akalnya gak jalan, punya hati gak berfungsi ,telinganya seakan tuli, matanya seakan buta, itulah manusia binatang.
Semoga kita selalu berusaha seperti yang pertama ,walaupun jauh dari nilai kesempurnaan.
Hanya kepada Allah kita mengadu. Dan semoga Allah menjaga kita semua.
—
Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A hafizhahullah ta’ala
Yogyakarta, 5 Syawal 1443 H
COMMENTS